Jumat, 20 Juni 2014






PETISI SUTARDJO

Pengertian Petisi
Petisi adalah surat permohonan resmi pemerintah: Presiden telah memberi perhatian atas yang di sampaikan masyarakat tani.(http:kbbi.web.id/petisi)
Jadi intinya,petisi itu adalah surat permohonan resmi,yang masyarakatnya itu menginginkan Indonesia itu supaya Indonesia bersatu dan merdeka.
Dalam kerangka politik kooperatif arena politik sudah tertutup rapat terhadap massa aksi,namun ruang gerak masih leluasa untuk membangkitkan kesadaran nasional.Salat satu titik pergerakan itu adalah yang kita kenal Petisi sutardjo.Pada tanggal 15 juli 1936 Soetardjo kartohadikusumo selaku wakil PPBB dalam DR mengajukan usul petisi kepada pemerintah HB agar diselenggarakan suatu konferensi kerajaan belanda,dimana dibahas status politik hindia belanda dalam sepuluh tahun mendatang,yaitu status otonomi dalam batasan artikel 1 dari UUD Negeri belanda
Ilmu politik adalah adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan.Apabila ilmu politik di pandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu social yang memiliki dasar,rangka dan focus dan memiliki ruang lingkup yang jelas.Maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19
 Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo,ketua persatuan pegawai    Bestuur/pamongpraja  Bumiputra (PPBB) dan wakil dari organisasi ini  di dalam sidang Voksraad pada bulan Juli 1936.Petisi ini,di usulkan diluar tanggung jawab PPBB.Landasan usul adalah pasal 1 Undang-undang Dasar kerajaan belanda yang berbunyi bahwa kerajaan Nederland meliputi wilayah Nederland,Hindia Belanda,Suriname,dan Curacao;dan yang menurut pendapat Sutardjo keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama.Usul di dukung oleh Ratu Langie (Sulawesi/kristen),Datuk Tumenggung (Sumatra/islam),Alatas (Arab/islam),I.J.Kasimo (Jawa/khatolik) dan Ko Kwat Tiong (Cina/budha/konfusius).Dukungan ini menurut Sutardjo mencerminkan keinginannya bahwa usul petisi di dukung oleh berbagai golongan suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia.
Usul petisi,yang kemudian dikenal dengan nama Petisi Sutardjo,diajukan pada tanggal 15 Juli 1936 kepada pemrintah,Ratu serta Staten General (Parlemen) di negeri belanda.Adapun isi petisi ialah permohonan supaya di selenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri beelanda di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.Tujuannya Adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-undang Dasar kerajaan belanda.Pelaksanaannya akan di jalankan secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun atau dalam waktu yang telah ditetapkan oleh sidang permusyawaratan itu.
Usul yang menyangkut perubahan susunan ketatanegaraan ini timbul karena makin meningkatnya perasaan tidak puas dikalangan rakyat terhadap pemerintahan akibat kebijakan politik yang di jalankan Gubernur Jenderal de Jonge.Padahal menurut Sutardjo,hubungan baik antara Indonesia dan negeri belanda perlu di tingkatkan untuk kepentingan kedua belah pihak lebih-lebih adanya bayangan bahaya pecahnya perang di pasifik.Hubungan ini akan berhasil apabila di usahakan perubahan-perubahan dalam bentuk dan susunan pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia).Adapun perubahan-perubahan itu dalam garis besarnya adalah:
1.Pulau Jawa di jadikan satu provinsi,sedangkan daerah-daerah diluar pulau jawa dijadikan kelompok-kelompok daerah yang bersifat otonom dan berdasarkan demokrasi
2.Sifat dualisme dalam pemerintah daerah (binnenlandsbestuur) di hapus.
3.Gubernur Jenderal di angkat oleh Raja dan mempunyai hak kekebalan (onschendbaar)
Direktur Departemen mempunyai tanggung jawab
4.Volksraad di jadikan parlemen yang sesungguhnya.
Usul dianggap menyimpang dari cita-cita kalangan pergerakan,umumnya mendapat reaksi baik dari pihak belanda maupun Indonesia.Pers belanda menuduh bahwa usul petisi sebagai suatu”permainan yang berbahaya”dan tidak sesuai dengan keadaaan.Golongan reaksioner belanda berpendapat Indonesia belum matang untuk berdiri sendiri.Akan tetapi,ada juga orang-orang belanda dari kalangan pemerintah yang menyetujui petisi.Pihak Indonesia baik di dalam maupun di luar Volksraad terhadap usul petisi juga bermacam-macam.Ada yang berpendapat bahwa usul petisi kurang jelas,kurang lengkap dan tidak mencapai kekuatan.Pers Indonesia seperti surat kabar Pemandangan,Tjahaja Timoer,Pelita Andalas itu menyokong usul petisi.Oleh karena itu,usul petisi cepat tersebar luas dikalangan rakyat.Akhirnya,tanpa pemilihan suara dalam siding volksraad,usul petisi diterima untuk dibicarakan dalam siding khusus yang dimulai tanggal 17 September 1936.Terdapat tiga kelompok yang mempunyai pendapat yang berbeda-beda.Yaitu kelompok Van Helsdingen Notosoeroto,kelompok Sukardjo Wirjopranoto,dan terakhir kelompok Suroso.
Pada tanggal 29 1936 selesai sidang perdebatan diadakanlah pemungutan suara,dimana petisi disetujui oleh Vorlksraad dengan perbandingan suara 26 suara setuju dan 20 suara menolak.Pada 1 Oktober 1936 petisi yang telah dikirimkan kepada Ratu,Staten Generaal dan menteri jajahan di negeri belanda.Pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuklah Comite Petisi Sutardjo (CPS) yang akan memperjuangkan petisi.Sementara itu dinegeri Belanda,Petisi juga di propagandakan,anatara lain oleh Perhimpunan Indonesia dengan menerbitkan brosur-brosur mengenai petisi.Di Jakarta pada Tanggal 4 Oktober 1937 di bentuk Central Comite Petisi Sutardjo (CCPS).Mr.Sartono yang menjadi anggota CCPS berpendapat Petisi Sutardjo menuju kea rah kemajuan bagi Indonesia.Gerindo berkeyakinan bahwa CCPS akan lebih berhasil apabila terdiri dari wakil-wakil resmi perkumpulan-perkumpulan dan partai-partai di Indonesia.
CCPS pada tanggal 21 November 1937 mengadakan suatu rapat bersama dengan mengundang wakil-wakil:Parindra,Gerindo,Pasundan,persatuan minahasa,perkumpulan politik katholik (PPKI),PSII dan organisasi-organisasi serta pemimpin yang meyokong petisi.PSII karena tidak menyetujui petisi tidak mengirimkan wakilnya pada rapat itu.PSII menuduh gerakan yang sedang dijalankan oleh CCPS sebagai suatu gerakan yang naïf,gerakan anak-anak kecil yang menuntut perubahan politik tanpa mempunyai sandaran dan sendi organisasi rakyat yang kuat dan sentosa.Walaupun petisi tidak di setujui oleh empat partai,akan tetapi petisi juga di sokong oleh banyak organisasi yaitu partai-partai/organisasi-organisasi:PBBB,Chung Hua Hui,Group IEV,PEB,Penyadar,Pasoendan,PPKI,PAI,dan perserikatan Indonesia serta beberapa nasionalis seperti H.Agus Salim dan Mr.Sartono
Pada siding Volksraad bulan Juli 1938,Gubernur Jenderal Tjarda secara samar-samar telah membayangkan bahwa petisi akan di tolak.Akhirnya dengan keputusan kerajaan belanda no 40 tanggal 16 November 1938 petisi yang diajukan atas nama Volksraad di tolak oleh Ratu belanda.Alasannya yaitu bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memikul tanggungjawab memerintah diri sendiri.Surat keputusan itu di sampaikan pada siding Volksraad tanggal 29 November 1938.Penolakan itu sangat mengecewakan para pemimpin pergerakan rakyat Indonesia.Sutardjo sebagai pencetus ide petisi menyatakan bahwa penolakan yang dilakukan terhadap petisi telah memperlihatkan sikap sombong dan ceroboh pemerintah belanda.
Golongan yang menolak petisi seperti PSII dan Parindra yang berpendapat bahwa ditolaknya petisi memang sudah di duga sebelumnya.Pertama karena tidak disokong sepenuhnya oleh semua golongan pergerakan,kedua karena sikap pemerintah belanda sendiri sejak semula petisi diajukan.
CCPS kemudian mengeluarkan suatu surat terbuka yang ditujukan kepada pengurus besar semua partai politik dan perhimpunan-perhimpunan bangsa Indonesia,isinya di samping menyesali cara-cara penolakan atas petisi,juga mengajak seluruh partai untuk menentukan sikap atas penolakan petisi tersebut,dengan mengadakan suatu konferensi di Jakarta tanggal 27-29 Mei 1939.Namun pada akhirnyya konferensi tersebut tidak dapat di laksanakan karena waktu itu beberapa partai politik  bermaksud akan mengadakan Nationale Concentratie.Kemudian Sutardjo memutuskan bahwa tugas untuk memperjuangkan petisi selesai sudah.Oleh karena itu,pada tanggal 11 Mei 1939 di Jakarta CCPS di putuskan bubar.Keputusan itu  di ambil agar tidak ada salah paham atau kekecewaan di dalam masyarakat Indonesia


REFERENSI:
http:// kbbi.web.id/petisi.diakses pada 07 Maret 2014

Kartodirjo,Sartono.(1990).Pengantar Sejarah Indonesia Baru Jilid II,Jakarta,Gramedia

Djoened,Marwati dan Nugroho Notosusanto.(1984).Sejarah Nasional Indonesia IV,Jakarta:Balai Pustaka

Budiardjo,Meriam(1983).Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta,Gramedia:Cornell University Press,Itacha.
Suhartono.(1994).Sejarah Pergerakan Nasional,Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Pringgodigdo,AK.(1980).Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia,Jakarta,Dian Rakyat

Oleh:Musarapah





PETISI SUTARDJO

Pengertian Petisi
Petisi adalah surat permohonan resmi pemerintah: Presiden telah memberi perhatian atas yang di sampaikan masyarakat tani.(http:kbbi.web.id/petisi)
Jadi intinya,petisi itu adalah surat permohonan resmi,yang masyarakatnya itu menginginkan Indonesia itu supaya Indonesia bersatu dan merdeka.
Dalam kerangka politik kooperatif arena politik sudah tertutup rapat terhadap massa aksi,namun ruang gerak masih leluasa untuk membangkitkan kesadaran nasional.Salat satu titik pergerakan itu adalah yang kita kenal Petisi sutardjo.Pada tanggal 15 juli 1936 Soetardjo kartohadikusumo selaku wakil PPBB dalam DR mengajukan usul petisi kepada pemerintah HB agar diselenggarakan suatu konferensi kerajaan belanda,dimana dibahas status politik hindia belanda dalam sepuluh tahun mendatang,yaitu status otonomi dalam batasan artikel 1 dari UUD Negeri belanda
Ilmu politik adalah adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan.Apabila ilmu politik di pandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu social yang memiliki dasar,rangka dan focus dan memiliki ruang lingkup yang jelas.Maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19
Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo,ketua persatuan pegawai   Bestuur/pamongpraja  Bumiputra (PPBB) dan wakil dari organisasi ini  di dalam sidang Voksraad pada bulan Juli 1936.Petisi ini,di usulkan diluar tanggung jawab PPBB.Landasan usul adalah pasal 1 Undang-undang Dasar kerajaan belanda yang berbunyi bahwa kerajaan Nederland meliputi wilayah Nederland,Hindia Belanda,Suriname,dan Curacao;dan yang menurut pendapat Sutardjo keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama.Usul di dukung oleh Ratu Langie (Sulawesi/kristen),Datuk Tumenggung (Sumatra/islam),Alatas (Arab/islam),I.J.Kasimo (Jawa/khatolik) dan Ko Kwat Tiong (Cina/budha/konfusius).Dukungan ini menurut Sutardjo mencerminkan keinginannya bahwa usul petisi di dukung oleh berbagai golongan suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia.
Usul petisi,yang kemudian dikenal dengan nama Petisi Sutardjo,diajukan pada tanggal 15 Juli 1936 kepada pemrintah,Ratu serta Staten General (Parlemen) di negeri belanda.Adapun isi petisi ialah permohonan supaya di selenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri beelanda di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.Tujuannya Adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-undang Dasar kerajaan belanda.Pelaksanaannya akan di jalankan secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun atau dalam waktu yang telah ditetapkan oleh sidang permusyawaratan itu.
Usul yang menyangkut perubahan susunan ketatanegaraan ini timbul karena makin meningkatnya perasaan tidak puas dikalangan rakyat terhadap pemerintahan akibat kebijakan politik yang di jalankan Gubernur Jenderal de Jonge.Padahal menurut Sutardjo,hubungan baik antara Indonesia dan negeri belanda perlu di tingkatkan untuk kepentingan kedua belah pihak lebih-lebih adanya bayangan bahaya pecahnya perang di pasifik.Hubungan ini akan berhasil apabila di usahakan perubahan-perubahan dalam bentuk dan susunan pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia).Adapun perubahan-perubahan itu dalam garis besarnya adalah:
1.Pulau Jawa di jadikan satu provinsi,sedangkan daerah-daerah diluar pulau jawa dijadikan kelompok-kelompok daerah yang bersifat otonom dan berdasarkan demokrasi
2.Sifat dualisme dalam pemerintah daerah (binnenlandsbestuur) di hapus.
3.Gubernur Jenderal di angkat oleh Raja dan mempunyai hak kekebalan (onschendbaar)
Direktur Departemen mempunyai tanggung jawab
4.Volksraad di jadikan parlemen yang sesungguhnya.
Usul dianggap menyimpang dari cita-cita kalangan pergerakan,umumnya mendapat reaksi baik dari pihak belanda maupun Indonesia.Pers belanda menuduh bahwa usul petisi sebagai suatu”permainan yang berbahaya”dan tidak sesuai dengan keadaaan.Golongan reaksioner belanda berpendapat Indonesia belum matang untuk berdiri sendiri.Akan tetapi,ada juga orang-orang belanda dari kalangan pemerintah yang menyetujui petisi.Pihak Indonesia baik di dalam maupun di luar Volksraad terhadap usul petisi juga bermacam-macam.Ada yang berpendapat bahwa usul petisi kurang jelas,kurang lengkap dan tidak mencapai kekuatan.Pers Indonesia seperti surat kabar Pemandangan,Tjahaja Timoer,Pelita Andalas itu menyokong usul petisi.Oleh karena itu,usul petisi cepat tersebar luas dikalangan rakyat.Akhirnya,tanpa pemilihan suara dalam siding volksraad,usul petisi diterima untuk dibicarakan dalam siding khusus yang dimulai tanggal 17 September 1936.Terdapat tiga kelompok yang mempunyai pendapat yang berbeda-beda.Yaitu kelompok Van Helsdingen Notosoeroto,kelompok Sukardjo Wirjopranoto,dan terakhir kelompok Suroso.
Pada tanggal 29 1936 selesai sidang perdebatan diadakanlah pemungutan suara,dimana petisi disetujui oleh Vorlksraad dengan perbandingan suara 26 suara setuju dan 20 suara menolak.Pada 1 Oktober 1936 petisi yang telah dikirimkan kepada Ratu,Staten Generaal dan menteri jajahan di negeri belanda.Pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuklah Comite Petisi Sutardjo (CPS) yang akan memperjuangkan petisi.Sementara itu dinegeri Belanda,Petisi juga di propagandakan,anatara lain oleh Perhimpunan Indonesia dengan menerbitkan brosur-brosur mengenai petisi.Di Jakarta pada Tanggal 4 Oktober 1937 di bentuk Central Comite Petisi Sutardjo (CCPS).Mr.Sartono yang menjadi anggota CCPS berpendapat Petisi Sutardjo menuju kea rah kemajuan bagi Indonesia.Gerindo berkeyakinan bahwa CCPS akan lebih berhasil apabila terdiri dari wakil-wakil resmi perkumpulan-perkumpulan dan partai-partai di Indonesia.
CCPS pada tanggal 21 November 1937 mengadakan suatu rapat bersama dengan mengundang wakil-wakil:Parindra,Gerindo,Pasundan,persatuan minahasa,perkumpulan politik katholik (PPKI),PSII dan organisasi-organisasi serta pemimpin yang meyokong petisi.PSII karena tidak menyetujui petisi tidak mengirimkan wakilnya pada rapat itu.PSII menuduh gerakan yang sedang dijalankan oleh CCPS sebagai suatu gerakan yang naïf,gerakan anak-anak kecil yang menuntut perubahan politik tanpa mempunyai sandaran dan sendi organisasi rakyat yang kuat dan sentosa.Walaupun petisi tidak di setujui oleh empat partai,akan tetapi petisi juga di sokong oleh banyak organisasi yaitu partai-partai/organisasi-organisasi:PBBB,Chung Hua Hui,Group IEV,PEB,Penyadar,Pasoendan,PPKI,PAI,dan perserikatan Indonesia serta beberapa nasionalis seperti H.Agus Salim dan Mr.Sartono
Pada siding Volksraad bulan Juli 1938,Gubernur Jenderal Tjarda secara samar-samar telah membayangkan bahwa petisi akan di tolak.Akhirnya dengan keputusan kerajaan belanda no 40 tanggal 16 November 1938 petisi yang diajukan atas nama Volksraad di tolak oleh Ratu belanda.Alasannya yaitu bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memikul tanggungjawab memerintah diri sendiri.Surat keputusan itu di sampaikan pada siding Volksraad tanggal 29 November 1938.Penolakan itu sangat mengecewakan para pemimpin pergerakan rakyat Indonesia.Sutardjo sebagai pencetus ide petisi menyatakan bahwa penolakan yang dilakukan terhadap petisi telah memperlihatkan sikap sombong dan ceroboh pemerintah belanda.
Golongan yang menolak petisi seperti PSII dan Parindra yang berpendapat bahwa ditolaknya petisi memang sudah di duga sebelumnya.Pertama karena tidak disokong sepenuhnya oleh semua golongan pergerakan,kedua karena sikap pemerintah belanda sendiri sejak semula petisi diajukan.
CCPS kemudian mengeluarkan suatu surat terbuka yang ditujukan kepada pengurus besar semua partai politik dan perhimpunan-perhimpunan bangsa Indonesia,isinya di samping menyesali cara-cara penolakan atas petisi,juga mengajak seluruh partai untuk menentukan sikap atas penolakan petisi tersebut,dengan mengadakan suatu konferensi di Jakarta tanggal 27-29 Mei 1939.Namun pada akhirnyya konferensi tersebut tidak dapat di laksanakan karena waktu itu beberapa partai politik  bermaksud akan mengadakan Nationale Concentratie.Kemudian Sutardjo memutuskan bahwa tugas untuk memperjuangkan petisi selesai sudah.Oleh karena itu,pada tanggal 11 Mei 1939 di Jakarta CCPS di putuskan bubar.Keputusan itu  di ambil agar tidak ada salah paham atau kekecewaan di dalam masyarakat Indonesia

  
  
REFERENSI:
http:// kbbi.web.id/petisi.diakses pada 07 Maret 2014

Kartodirjo,Sartono.(1990).Pengantar Sejarah Indonesia Baru Jilid II,Jakarta,Gramedia

Djoened,Marwati dan Nugroho Notosusanto.(1984).Sejarah Nasional Indonesia IV,Jakarta:Balai Pustaka

Budiardjo,Meriam(1983).Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta,Gramedia:Cornell University Press,Itacha.
Suhartono.(1994).Sejarah Pergerakan Nasional,Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Pringgodigdo,AK.(1980).Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia,Jakarta,Dian Rakyat

Oleh:Musarapah

Jumat, 13 Juni 2014


Nama               : Corry Khaerunizza
Nirm                : 432231203000
Mata Kuliah    : Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Dosen              : Mudriah, M.Pd.

SUMPAH PEMUDA ANTARA IDEALISME DAN REALISME
PENDIDIKAN POLITIK

Bahasan tentang idealisme dan realisme pendidikan politik dari Sumpah Pemuda berarti mencari makna ide politik yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, dan sekaligus apa wujud pendidikan politik dari Sumpah Pemuda tersebut. Untuk mengungkap hal tsebut diperlukan wacana bahasan tentang apa sebenamya yang harus ada dalam politik itu sendiri, makna pemuda, dan kenyataan dari ide yang dicetuskan para pemuda melalui Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda yang terjadi pada tahun 1928 yakni pada masa penjajahan Belanda, berarti ada makna perjuangan pemuda sebagai anak bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsanya melalui penyataan, tekad, dan ikrar Sumpah Pemuda tersebut.
Para pemuda melakukan kegiatan politik dalam arti yang luas, yaitu merupakan suatu sistem yang sating bersangkut paut. Sebagai suatu sistem, politik meliputi tiga hal, yaitu:
1.      Kultur Politik, yaitu nilai rohaniah serta lembaga-lembaga yang menata kehidupan politik, yang berasal dari adat, agama, filsafat atau sejarah masyarakat yang bersangkutan.
2.      Struktur Politik, yaitu kerangka hubungan formal yang mengatur hubungan rakyat, pemerintah, wilayah, dan kedaulatan negara yang bersangkutan. Struktur politik ini pada dasarnya termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara yang bersangkutan dan tampak dalam praktik ketatanegaraan.
3.      Proses Politik, adalah kegiatan politik itu sendiri dalam kenyataannya yang motivasinya bersumber dari kultur politik masyarakat yang bersangkutan dan dilaksanakan dalam kerangka Struktur politiknya yang ada.( Safroedin Bahar, 1989 : 101)
Sebagai contoh penerapan kegiatan politik pemuda adalah dalam segi kepemimpinan gerakan pemuda dipegang oleh kaum intelektual yang berideologi nasionalisme, baik etno-nasionalisme maupun religio-nasionalisme. Mereka terdiri atas sekelompok kaum terpelajar, tamatan sekolah guru, sekolah dokter jawa, dan sekolah pamong praja.
Berkat pendidikan yang diperoleh, yang berarti kedudukan sosial penuh wibawa, kaum elite baru ini mengalami keresahan, tidak lain karena di mana-mana mereka masih membawa stigma sebagai inlander yang mengalami diskriminasi oleh kaum Eropa, meskipun tingkat pendidikan mereka menyamai kaum Eropa. (Sartono Kartodirdjo, 1998 : 104)
Kondisi inilah yang akhirnya membuat berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, dan sejaksaatitu timbullah Pergerakan Nasional. Adapun tentang nama Budi Utomo ini iala budi" artinya perangai atau tabiat dan "utomo" artinya baik, luhur. "Jadi Budi Utomo yang dimaksud oleh pendirinya ialah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan keluhuran budi, kebaikan perangai, atau tabiat". (Susanto Tirtoprodjo, 1970  : 11-12)
Perkumpulan Budi Utomo ini bergerak dan mengorganisir diri serta berjuang untuk menyatukan tekad mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Kebangkitan Nasional telah lahirdari kalangan pemuda. Bahkan mereka telah menjadi angkatan perintis kemerdekaan. Pelecehan terhadap pribadi serta perasaan kompleks inferioritas menimbulkan rasa kehilangan identitas.
Penderitaan kolektif itu mendorong pemuda untuk membentuk organises! sebagai wadah solidaritas yang sekaligus dapat dipakai sebagai simbol identitas kolektif mereka. Proses modernisasi yang sedang dihadapi para pemuda tersebut mengalami suatu transformasi struktural dari ikatan komunal menjadi ikatan asosional. Maka, momentum pendirian Budi Utomo dijadikan tonggak sejarah dalam sejarah Indonesia.
Perlawanan secara fisik beralih bentuknya dengan berwujud pendidikan dan organisasi dengan tujuan membangkitkan kesadaran berbangsa (nasionalisme), pentingnya persatuan untuk menuju pada negara merdeka, agar tercapai masyarakat yang adil dan makmur. Tidak berselang lama sesudah berdirinya Budi Utomo, segera diikuti dengan tumbuhnya organisasi-organisasi lain seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Taman Siswa, Jong Pasundan, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Ambon, dan sebagainya. Berdirinya organisasi tersebut memberikan wadah sosial kaum terpelajar sekaligus memberikan identitas baru kepada generasi muda terpelajar.
Memang perlu diakui bahwa etnosentrisme masih kuat dan cakrawala mental belum dapat mentransendensikan faktor etnisitas. Di pihak satu, generasi muda secara keseluruhannya menampilkan citra pluralistik serta etnisitas yang mencolok dan di pihak lain menampilkan etnonasionalisme. Transformasi dari etnonasionalisme menjadi nasionalisme sepenuhnya adalah proses yang amat krusial dan hanya dapat dilaksanakan melalui aksi massa. (Sartono Kartodirdjo, 1999 : 61-62)
Nama Indonesia ialah Perhimpunan Indonesia (PI) yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Indische Vereeniging, sebagai organisasi terkemuka mahasiswa Indonesia di Belanda. Sumpah Pemuda berskala lebih besar dan terbuka, iebih massal dan dihadiri oleh lebih banyak pemuda, lebih bergairah dan bersemangat sehingga lebih banyak member! inspirasi dan publisitas (Sartono Kartodirdjo, 1999: 63).
Nasionalisme Indonesia makin terwujud dengan hasil Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang didirikan tahun 1926 di Jakarta, Kongres ini menghasilkan Sumpah Pemuda yang isinya:

1.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia.
2.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia.
3.      Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Dari hasil Konggres Pemuda II makin nyata pulalah perjuangan para pemuda mewujudkan integritas nasional sehingga dengan adanya peristiwa tersebut para pemuda dijuluki dengan Angkatan Penegas.
Rangkaian kejadian selama periode 1908-1945 merupakan mata rantai yang secara keseluruhan menunjukkan semangat nasionalisme pada rakyat Indonesia. Pantas disimak ungkapan yang diketengahkan oleh Sartono Kartodirdjo yang member! istilah "adanya jenjang yang progresif" sebagai berikut :
1.      Sejak sekitar tahun 1900 gerakan emansipasi dilancarkan dengan dipelopori oleh Kartini.
2.      Simbolisasi merupakan proses mencari identitas baru meskipun belum mentransendensi etnisitas. BO, SI, Muhammadiyah, dan sebagainya berfungsi sebagai lambang identitas baru menggantikan identitas primordial.
3.      Politisasi gerakan secara tajam merumuskan konsep dasar nasionalisme Indonesia, kemudian lebih dikenal sebagai Manifesto Politik oleh Perhimpunan Indonesia.
4.      Kesadaran nasional secara bulat dirumuskan sebagai Sumpah Pemuda.
5.      Proses Indonesiasi memacu radikalisasi dalam bidang politik sebagai reaksi terhadap politik kolonial yang makin konservatif, tanpa mengurangi makna dan nilai Sumpah Pemuda. Sesungguhnya, Manifesto politik tahun 1925 tidak hanya muncul lebih dahulu, melainkan juga perumusannya tentang nasionalisme Indonesia lebih mendasar serta penjabarannya lebih konkret dalam penyusunan orientasi tujuan gerakan politik.  (Ibid, : 56-57)
Makna integrasi nasional makin membahana dalam jiwa juang pemuda. "Masalah integrasi nasional menurut Coleman dan Rosberg, proses pemersatuan bangsa di suatu negara terdiri atas dua dimensi, yaitu vertikal (elite-massa) dan horizontal (teritorial)".
Integrasi vertikal mencakup masalah-masalah yang ada dalam bidang yang vertikal dan bertujuan untuk menjembatani celah perbedaan yang mungkin ada antara kaum elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi. Mereka menamakan juga dimensi vertikal ini sebagai integrasi politik. Adapun yang dimaksudkan dengan integrasi teritorial adalah integrasi dalam bidang horizontal dengan tujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen. Kedua dimensi integrasi nasional vertikal dan horizontal itulah yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, khususnya pada pemuda sebagai pelopornya. Integrasi nasional dimensi horizontal menyangkut lebih dari tujuh belas ribu pulau, masalah geografis, heteroginitas etnik yang lebih dari tiga ratus suku bangsa dan menggunakan lebih dari dua ratus lima puluh bahasa yang berbeda, agama yang beragam, serta rasa kesukuan yang mendalam dan identitas politik yang sangat kuat. Integritas nasional dimensi vertikal menyangkut antara kaum elite dan massa, dan juga antara golongan elite sendiri. (Salroedin Bahar-Tangdililing, A.B. 1996 : 4)
cirinya yang bersifat unik Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, adat, serta kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perjuangan untuk mewujudkan integrasi nasional itu sendiri sudah merupakan suatu perjuangan yang berat, apalagi harus berhadapan dengan penjajah. Namun, itulah risiko perjuangan, dan pemuda Indonesia membuktikan keberhasilannya. Peristiwa di sekitar Proklamasi merupakan bukti keberhasilan upaya yang di perjuangkan oleh para pemuda. (Nasikun, 1989 : 30)
Namun, sebagai gerakan budaya, Budi Utomo tetap penting karena banyak memberikan sumbangan dalam merumuskan cita-cita kemajuan. Jasa umat Islam yang merupakan sebahagian besar penduduk Indonesia baik menjelang kemerdekaan maupun pascakemerdekaan, kiranya pantas pula diketengahkan di sini. Mengenai hal ini Ramage menyatakan bahwa banyak organisasi kebudayaan Islam dan organisasi ekonomi Islam yang didirikan pada awal abad XX seperti Sarekat Islam yang didirikan tahun 1912, Muhammadiyah yang modern juga didirikan pada tahun 1912, dan Nahdatul Ulama yang tradisional yang didirikan tahun 1926, semuanya telah memberikan sumbangan terhadap perwujudan suatu jati diri nasional Indonesia. "Orang-orang muslim Indonesia telah lama berkecimpung dalam perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. (Ramage, Douglas E., 1995 : 15)






Daftar Pustaka

Saafroedin Bahar, et.al, Pendidikan Pendahuluan Bela Negara Tahap Lanjutan,  
Jakarta: Penerbit Intermedia, 1989.
Sartono Kartodirdjo, Multi Dimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan  
Negara Kesatuan, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Susanto Tirtoprodjo, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Jakarta: PT.  
Pembangunan, 1970.
Sartono Kartodirdjo, Ideologi dan Teknologi dalam Pembangunan Bangsa,  
Jakarta: Pabelan Jayakarta, 1999.
Saafroedin Bahar-Tangdililing, A.B., Integrasi Nasional Teori, Masalah dan  
Strategi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Ramage, Douglas E. Politics In Indonesia, London and New York: Routledge,  
1995.
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: CV.Rajawali, 1989.