Nama : Corry
Khaerunizza
Nirm :
432231203000
Mata Kuliah : Sejarah
Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Dosen : Mudriah,
M.Pd.
SUMPAH
PEMUDA ANTARA IDEALISME DAN REALISME
PENDIDIKAN
POLITIK
Bahasan tentang
idealisme dan realisme pendidikan politik dari Sumpah Pemuda berarti mencari makna ide
politik yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, dan sekaligus apa
wujud pendidikan politik dari Sumpah Pemuda tersebut. Untuk
mengungkap hal tsebut diperlukan wacana bahasan tentang apa sebenamya yang
harus ada dalam politik itu sendiri, makna pemuda,
dan kenyataan dari ide yang dicetuskan para pemuda melalui
Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda yang terjadi pada tahun
1928 yakni pada masa penjajahan Belanda,
berarti ada makna perjuangan pemuda sebagai anak
bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsanya melalui
penyataan,
tekad, dan ikrar Sumpah Pemuda tersebut.
Para pemuda
melakukan kegiatan politik dalam arti yang luas,
yaitu merupakan suatu sistem yang sating bersangkut paut. Sebagai
suatu sistem, politik meliputi tiga hal, yaitu:
1.
Kultur Politik, yaitu nilai rohaniah serta lembaga-lembaga yang menata
kehidupan politik, yang berasal dari adat, agama, filsafat atau
sejarah masyarakat yang bersangkutan.
2.
Struktur Politik, yaitu kerangka hubungan formal yang mengatur hubungan
rakyat, pemerintah, wilayah, dan kedaulatan negara yang
bersangkutan. Struktur politik ini pada dasarnya termuat dalam
Undang-Undang Dasar Negara yang bersangkutan dan tampak dalam
praktik ketatanegaraan.
3.
Proses Politik, adalah kegiatan politik itu sendiri dalam kenyataannya yang
motivasinya bersumber dari kultur politik masyarakat yang
bersangkutan dan dilaksanakan dalam kerangka Struktur politiknya
yang ada.( Safroedin Bahar, 1989 : 101)
Sebagai contoh penerapan kegiatan politik
pemuda adalah dalam segi kepemimpinan gerakan pemuda dipegang
oleh kaum intelektual yang berideologi nasionalisme, baik
etno-nasionalisme maupun religio-nasionalisme. Mereka terdiri atas
sekelompok kaum terpelajar, tamatan sekolah guru, sekolah dokter
jawa, dan sekolah pamong praja.
Berkat pendidikan yang diperoleh, yang
berarti kedudukan sosial penuh wibawa, kaum elite baru ini
mengalami keresahan, tidak lain karena di mana-mana mereka masih membawa
stigma sebagai inlander yang mengalami diskriminasi oleh kaum
Eropa, meskipun tingkat pendidikan mereka menyamai kaum Eropa. (Sartono
Kartodirdjo, 1998 : 104)
Kondisi inilah yang akhirnya membuat
berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, dan sejaksaatitu
timbullah Pergerakan Nasional. Adapun tentang nama Budi Utomo ini iala budi"
artinya perangai atau tabiat dan "utomo" artinya
baik, luhur. "Jadi Budi Utomo yang dimaksud
oleh pendirinya ialah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu
berdasarkan keluhuran budi, kebaikan perangai, atau tabiat". (Susanto
Tirtoprodjo, 1970 : 11-12)
Perkumpulan Budi Utomo ini bergerak dan
mengorganisir diri serta berjuang untuk menyatukan tekad
mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Kebangkitan
Nasional telah lahirdari kalangan pemuda. Bahkan mereka
telah menjadi angkatan perintis kemerdekaan. Pelecehan terhadap
pribadi serta perasaan kompleks inferioritas menimbulkan rasa
kehilangan identitas.
Penderitaan kolektif itu mendorong pemuda untuk
membentuk organises! sebagai wadah solidaritas yang sekaligus dapat
dipakai sebagai simbol identitas kolektif mereka. Proses modernisasi yang
sedang dihadapi para pemuda tersebut mengalami suatu transformasi struktural dari ikatan
komunal menjadi ikatan asosional. Maka, momentum pendirian Budi
Utomo dijadikan tonggak sejarah dalam sejarah Indonesia.
Perlawanan secara fisik beralih bentuknya dengan
berwujud pendidikan dan organisasi dengan tujuan membangkitkan
kesadaran berbangsa (nasionalisme), pentingnya persatuan
untuk menuju pada negara merdeka, agar tercapai masyarakat yang
adil dan makmur. Tidak berselang lama sesudah berdirinya
Budi Utomo, segera diikuti dengan tumbuhnya
organisasi-organisasi lain seperti Sarekat Islam,
Indische Partij, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Taman Siswa, Jong
Pasundan, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Ambon, dan sebagainya.
Berdirinya organisasi tersebut memberikan wadah sosial kaum
terpelajar sekaligus memberikan identitas baru kepada generasi muda
terpelajar.
Memang perlu diakui bahwa etnosentrisme
masih kuat dan cakrawala mental belum dapat
mentransendensikan faktor etnisitas. Di pihak satu, generasi muda
secara keseluruhannya menampilkan citra pluralistik serta etnisitas yang
mencolok dan di pihak lain menampilkan etnonasionalisme.
Transformasi dari etnonasionalisme menjadi nasionalisme sepenuhnya adalah
proses yang amat krusial dan hanya dapat dilaksanakan melalui aksi
massa. (Sartono
Kartodirdjo, 1999 : 61-62)
Nama Indonesia ialah Perhimpunan Indonesia
(PI) yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Indische
Vereeniging, sebagai organisasi terkemuka mahasiswa Indonesia di Belanda.
Sumpah Pemuda berskala lebih besar dan terbuka, iebih massal dan
dihadiri oleh lebih banyak pemuda, lebih bergairah dan
bersemangat sehingga lebih banyak member! inspirasi dan publisitas
(Sartono Kartodirdjo, 1999: 63).
Nasionalisme Indonesia makin terwujud
dengan hasil Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928 yang
diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPPI) yang didirikan tahun 1926 di Jakarta, Kongres ini menghasilkan
Sumpah Pemuda yang isinya:
1.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu
tanah air Indonesia.
2.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia.
3.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa
Indonesia.
Dari hasil
Konggres Pemuda II makin nyata pulalah perjuangan para
pemuda mewujudkan integritas nasional sehingga dengan adanya peristiwa
tersebut para pemuda dijuluki dengan Angkatan Penegas.
Rangkaian
kejadian selama periode 1908-1945 merupakan mata rantai
yang secara keseluruhan menunjukkan semangat nasionalisme pada
rakyat Indonesia. Pantas disimak ungkapan yang diketengahkan oleh
Sartono Kartodirdjo yang member! istilah "adanya jenjang yang progresif" sebagai
berikut :
1.
Sejak sekitar tahun 1900 gerakan emansipasi dilancarkan dengan dipelopori
oleh Kartini.
2.
Simbolisasi merupakan proses mencari identitas baru meskipun belum
mentransendensi etnisitas. BO, SI, Muhammadiyah, dan sebagainya
berfungsi sebagai lambang identitas baru menggantikan identitas
primordial.
3.
Politisasi gerakan secara tajam merumuskan konsep dasar nasionalisme Indonesia,
kemudian lebih dikenal sebagai Manifesto Politik
oleh Perhimpunan Indonesia.
4.
Kesadaran nasional secara bulat dirumuskan
sebagai Sumpah Pemuda.
5.
Proses Indonesiasi memacu radikalisasi dalam bidang politik sebagai reaksi
terhadap politik kolonial yang makin konservatif, tanpa mengurangi
makna dan nilai Sumpah Pemuda. Sesungguhnya, Manifesto
politik tahun 1925 tidak hanya muncul lebih dahulu, melainkan
juga perumusannya tentang nasionalisme Indonesia lebih
mendasar serta penjabarannya lebih konkret dalam penyusunan orientasi
tujuan gerakan politik. (Ibid, : 56-57)
Makna integrasi
nasional makin membahana dalam jiwa juang pemuda.
"Masalah integrasi nasional menurut Coleman dan
Rosberg, proses pemersatuan bangsa di suatu negara terdiri atas
dua dimensi, yaitu vertikal (elite-massa) dan horizontal (teritorial)".
Integrasi
vertikal mencakup masalah-masalah yang ada dalam bidang
yang vertikal dan bertujuan untuk menjembatani celah perbedaan
yang mungkin ada antara kaum elite dan massa dalam rangka
pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik
yang berpartisipasi. Mereka menamakan juga dimensi vertikal ini
sebagai integrasi politik. Adapun yang dimaksudkan dengan integrasi teritorial
adalah integrasi dalam bidang horizontal dengan tujuan untuk
mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam
rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen. Kedua
dimensi integrasi nasional vertikal dan horizontal itulah yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, khususnya pada pemuda sebagai
pelopornya.
Integrasi nasional dimensi horizontal menyangkut lebih
dari tujuh belas ribu pulau, masalah geografis, heteroginitas etnik
yang lebih dari tiga ratus suku bangsa dan menggunakan lebih dari
dua ratus lima puluh bahasa yang berbeda, agama yang beragam, serta
rasa kesukuan yang mendalam dan identitas politik yang sangat kuat.
Integritas nasional dimensi vertikal menyangkut antara kaum elite
dan massa, dan juga antara golongan elite sendiri. (Salroedin
Bahar-Tangdililing, A.B. 1996 : 4)
cirinya yang
bersifat unik Secara horizontal, ia ditandai oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa,
agama, adat, serta kedaerahan. Secara vertikal, struktur
masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal
antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Perjuangan untuk mewujudkan integrasi nasional itu sendiri sudah
merupakan suatu perjuangan yang berat, apalagi harus berhadapan dengan
penjajah. Namun, itulah risiko perjuangan, dan pemuda Indonesia
membuktikan keberhasilannya. Peristiwa di sekitar
Proklamasi merupakan bukti keberhasilan upaya
yang di perjuangkan oleh para pemuda. (Nasikun, 1989 : 30)
Namun, sebagai
gerakan budaya, Budi Utomo tetap penting karena
banyak memberikan sumbangan dalam merumuskan cita-cita kemajuan. Jasa
umat Islam yang merupakan sebahagian besar penduduk
Indonesia baik menjelang kemerdekaan maupun pascakemerdekaan,
kiranya pantas pula diketengahkan di sini. Mengenai hal ini Ramage
menyatakan bahwa banyak organisasi kebudayaan Islam dan
organisasi ekonomi Islam yang didirikan pada awal abad XX seperti
Sarekat Islam yang didirikan tahun 1912, Muhammadiyah yang modern juga
didirikan pada tahun 1912, dan Nahdatul Ulama yang tradisional
yang didirikan tahun 1926, semuanya telah memberikan sumbangan
terhadap perwujudan suatu jati diri nasional Indonesia.
"Orang-orang muslim Indonesia telah lama berkecimpung dalam perjuangan
untuk memperoleh kemerdekaan. (Ramage, Douglas E., 1995 : 15)
Daftar Pustaka
Saafroedin
Bahar, et.al, Pendidikan Pendahuluan Bela Negara Tahap Lanjutan,
Jakarta:
Penerbit Intermedia, 1989.
Sartono
Kartodirdjo, Multi Dimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan
Negara
Kesatuan, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Susanto
Tirtoprodjo, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Jakarta: PT.
Pembangunan,
1970.
Sartono
Kartodirdjo, Ideologi dan Teknologi dalam Pembangunan Bangsa,
Jakarta:
Pabelan Jayakarta, 1999.
Saafroedin
Bahar-Tangdililing, A.B., Integrasi Nasional Teori, Masalah dan
Strategi,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Ramage,
Douglas E. Politics In Indonesia, London and New York: Routledge,
1995.
Nasikun,
Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: CV.Rajawali, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar